Jumat, 12 Agustus 2011

GMKI DARI KONGRES KE KONGRES

I. PENDAHULUAN
Sejarah Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) adalah rentetan peristiwa yang dialami oleh GMKI. Sejarah itu menggambarkan “suka-duka” perjalanan GMKI dalam mewujudkan tugas dan panggilannya. Sejarah perlu dipelajari karena 3 (tiga) alasan: pertama, melalui sejarah kita menemukan motivasi dasar dan cita-cita yang mengilhami para pendahulu untuk membntuk GMKI; kedua, melalui sejarah juga kita memperoleh nilai-nilai kejuangan para pendahulu; dan ketiga, dengan mempelajari sejarah, akan terpola pemahaman yang benar tentang GMKI dan perjuangannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan bergereja.
Salah satu nilai penting lain yang dapat kita petik dari sejarah GMKI adalah karakter dwi-watak GMKI yang sangat khas karena berupaya untuk memilin secara kreatif dan dinamis antara oikumenisme dan nasionalisme. Kedua aspek ini tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan ber-GMKI, dari waktu ke waktu. Keduanya, seolah dihubungkan oleh “seutas benang biru” yang walaupun sangat halus (kadang-kadang tidak kelihatan), namun amat kokoh. Hal tersebut terlihat jelas pada sejarah GMKI, dimana selain berdoa dan berdiskusi tentang Firman Tuhan (PA), juga tidak lupa para mahasiswa secara bahu membahu membantu perjuangan fisik bangsa. Sebagai contoh, sebagaimana hasil dialog antara Alex F. Litaay dengan Mr. Tine A. L. Franz, seorang Ibu yang banyak memberi andil dalam sejarah CSV op Java, PMKI, dan GMKI. Beliau menggambarkan bahwa setiap minggu ketiga Februari, satu per satu anggota PMKI menuju ke Jln. Pegangsaan Timur No. 27 (sekarang STT Jakarta) untuk bersekutu dan berdoa secara bersama-sama dalam acara Hari Doa Mahasiswa Se-Dunia atau HDMS (The Universal Day of Prayer for Students). Walau demikian, mereka tetap menggunakan lencana merah putih di dada, sebagai simbol kebanggaan dan wujud komitmen terhadap perjuangan bangsa, agar tetap berjuang di fron-fron pertempuran ketika berlangsung revolusi fisik.
Mempelajari sejarah bukan sekedar bernostalgia terhadap peristiwa masa lalu, tetapi dalam rangka menangkap visi dan misinya. Dengan belajar dari sejarah, kita diharapkan dapat melanjutkan perjuangan para pendahulu (founding fathers) secara optimal dan mengetahui ke arah mana seharusnya “biduk” GMKI diarahkan dan/atau bergerak.

II. PERIODISASI HISTORIS

Periodisasi dalam kehadiran (presensia) GMKI dapat dibagi dalam 3 (tiga) kurun waktu, yakni: 1) Christelijke Vereeniging Studenten op Java/CSV op Java (1932-1942); 2) Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia/PMKI (1945-1950) dan CSV yang “baru” (1946-1950); dan 3) GMKI (1950-sampai sekarang).

1. CSV op Java (1932-1942)

GMKI berdiri pada tanggal 9 Februari 1950, namun cikal bakal GMKI, yaitu Christelijke Vereeniging Studenten op Java (CSV op Java), telah ada jauh sebelumnya, yaitu sejak 28 Desember 1932 di Kaliurang, Yogyakarta. Berdirinya CSV op Java ini tidak dapat dipisahkan peranan dari Ir. C. L. van Doorn, seorang ahli kehutanan tetapi yang juga mempelajari aspek sosial ekonomi (khusunya pertanian) dan memperoleh gelar doktor di bidang ekonomi dan dominee di bidang teologia.

Aktivis CSV Nederland tersebut tiba di Batavia (Jakarta) pada tahun 1921. Akan tetapi, mengingat informasi dan kondisi mengenai Jawa belum dipahami secara baik, maka beliau dianjurkan untuk mempelajarinya, sebelum bertindak. Untuk maksud tersebut, beliau bekerja selama 3 (tiga) tahun di Kantor Volksrediet Purworejo sehingga pengetahuannya mengenai aspek sosial, ekonomi, dan budaya semakin berkembang. Bahkan, beliau pernah melakukan sebuah riset/penelitian dengan topik: “Sketsa tentang Perkembangan Ekonomi di Afdeiling Purworejo.” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak semula, para pendiri CSV op Java cukup memahami situasi sebenarnya dari masyarakat Indonesia, khususnya di P. Jawa sebagai embrio bagi perkembangan GMKI hingga saat ini.
Tahun 1910-1924, berdirilah Sekolah Dokter (STOVIA) di Batavia. Perguruan tinggi lainnya berdiri di Bandung, Bogor, dan Surabaya. Tahun 1924, terbentuklah Batavia CSV sebagai cabang pertama CSV. Kurun waktu 1925-1927, mahasiswa di Surabaya yang berkumpul dalam Jong Indie dan mulai aktif melakukan PA. Kelompok ini, bersama-sama dengan Batavia CSV, mengadakan Konperensi di Kaliurang pada Desember 1932, yang mengeluarkan Pernyataan Pembentukan CSV op Java sebagai berikut:
“Kami wakil-wakil dari Batavia CSV, Surabaya CSV, dan sekelompok mahasiswa Meefdacte Batavia, yang berkumpul pada Konperensi Pemuda ke7 di Kaliurang (Yogyakarta), bersama-sama dengan beberapa orang mahasiswa kristen Bandung, telah sepakat untuk membentuk suatu CSV gabungan, yaitu Christelijke Vereeniging Studenten op Java. Dengan mendirikan CSV ini, kami bermaksud menyatakan diri dengan CSV-CSV lainnya di seluruh dunia yang tergabung dalam World Student Christian Federation (WSCF), untuk bersama-sama bersaksi tentang Yesus Kristus di kalangan dunia kemahasiswaan. Adalah tujuan jujur kami untuk menjunjung moto WSCF, “Ut omnes unum sint,” di kalangan organisasi kami demi menyatukan para mahasiswa dari perlbagai suku bangsa di sini. Kami yakin bahwa usaha awal kami ini kecil dan lemah, namun kami bertekad melaksanakan pekerjaan ini dengan keyakinan yang sama teguhnya bahwa Tuhan akan menguatkan kami.”

Peristiwa penting lainnya yang berkaitan dengan lahirnya CSV op Java adalah dengan kehadiran Dr. John R. Mott (alm) pada tahun 1926 di Jakarta. Beliau merupakan tokoh pendiri WSCF (federasi mahasiswa kristen se-dunia), yang didirikan pada Agustus 1885, melalui satu pertemuan antara mahasiswa kristen Eropa dan Amerika di istana kuno Vedstena, di tepi danau Wettern, Swedia. WSCF merupakan embrio bagi gerakan oikumene ke seluruh dunia. Kedatangan beliau di Indonesia juga merupakan tonggak sejarah amat penting bagi GMKI di Indonesia. Walau masih dalam usia muda, CSV op Java menjadi tuan rumah pelaksanaan Konperensi GMK-GMK se-Asia pada tahun 1933 di Citeureup. Konperensi ini sendiri dinamakan Konperensi Citeureup dan pada Konpoerensi inilah CSV op Java diterima sebagai Corresponding Member oleh WSCF. Keanggotaan WSCF sendiri terdiri dari: 1) Pioneering Movement (gerakan-gerakan yang baru dimulai); 2) Corresponding Movement (gerakan-gerakan yang sudah stabil dan organisasinya rapi terstruktur tetapi belum memenuhi syarat untuk menjadi anggota resmi Federasi; dan 3) Affiliated Movement/Full Member (gerakan-gerakan yang sudah memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan Federasi).

Jumlah anggota CSV op Java dalam kurun waktu 1930-an sekitar 90-an orang dan cabang-cabangnyapun hanya baru ada di kota-kota perguruan tinggi di Jawa (Jakarta, Bogor, Bandung, dan Surabaya). Sekalipun “kecil dan lemah,” CSV op Java berhasil meletakkan dasar bagi pembinaan mahasiswa kristen yang kemudian dilanjutkan oleh GMKI (PMKI dan CSV yang “baru”).

Masuknya Jepang ke Indonesia (1942), mengakhiri eksistensi CSV op Java secara struktural dan organisatoris karena Pemerintah Pendudukan Jepang melarang sama sekali kegiatan-kegiatan organisasi yang dibentuk pada zaman Hindia Belanda. Secara praktis, CSV op Java tidak lagi ada sejak tahun 1942. Akan tetapi, dua aspek penting yang menjadi dasar bagi perkembangan kehidupan organisasi mahasiswa kristen selanjutnya, yang biasa disebut “benang biru” sejarah adalah: 1) mulai ada kerjasam dengan GMK-GMK se-Asia; dan 2) makin meningkatnya semangat persatuan nasional.

Sepanjang sejarahnya, CSV op Java dipimpin oleh Ketua Umum Dr. J. Leimena (1932-1936) dan (1939-1942) dan Mr. Khow (1936-1939) dengan Sekretaris (full time) dijalankan oleh Ir. C. L. van Doorn (1932-1936) dan Sutjipto (1936-1942).

2. PMKI dan CSV yang baru (Masa Revolusi Kemerdekaan RI/1945)

Sejumlah mahasiswa kedokteran dan hukum di Jakarta memutuskan untuk membentuk suatu organisasi mahasiswa kristen untuk menggantiakn CSV op Java yang sudak tidak ada lagi/dibubarkan. Dalam suatu pertemuan di STT Jakarta pada tahun 1945, dibentuklah PMKI sebagai Pengurus Pusat sehingga Dr. J. Leimena tetap dipilih sebagai Ketua Umum dan dr. O. E. Engelen sebagai Sekretaris Jenderal. Akan tetapi, karena Leimena sibuk dengan tugas sebagai Menteri Muda Kesehatan, maka tugasnya diserahkan kepada dr, Engelen. Setelah itu, PMKI cabang Bandung, Bogor, Surabaya, dan Yogyakarta (ketika UGM berdiri) segera menyusul.
Kegiatan-kegiatan PMKI sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan CSV op Java dimana penelaahan Alkitab merupakan salah satu intinya. Keanggotaan PMKI sebagian besar adalah mahasiswa yang memihak kepada perjuangan kemerdekaan. Hal ini merupakan warisan dari CSV op Java. Tidak lama setelah PMKI lahir, maka di awal tahun 1946, muncul suatu organisasi baru yang menggunakan nama CSV dengan cabang-cabang di Bogor, Bandung, dan Surabaya. CSV yang “baru” ini sebenarnya bukan merupakan tandingan PMKI, hanya saja, CSV ini lebih berorientasi kepada “Pemerintah Pendudukan Belanda.”


3. GMKI Melanjutkan Misi dan Eksistensi

a. Masa Perkembangan (1950-1960)

Dengan berakhirnya pertikaian bersenjata antara Indonesia dan Belanda di akhir tahun 1949, maka berakhir pula “pertentangan” antara PMKI dan CSV yang “baru.” Pada tanggal 9 Februari 1950, dalam sebuah pertemuan di rumah Dr. J. Leimena (Jln. Teuku Umar 36, Jakarta), lahir kesepakatan untuk meleburkan PMKI dan CSVyang “baru” dalam suatu organisasi yang dinamakan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, yang disingkat GMKI. Disepakati pula bahwa untuk sementara waktu, Dr. J. Leimena diangkat sebagai Ketua Umum sampai diadakannya suatu kongres. Lalu, diselenggarakanlah Kongres I di Sukabumi pada Desember 1950, yang berhasil memilih: 1) Ketua Umum: dr. J. E. Siregar; 2) Penulis Umum: Nn. Mr. Tine A. L. Frans; dan 3) Bendahara: W. Makaliwy.

Pada Masa Perkembangan (beberapa dokumen menyebutkan “Masa Pertumbuhan”) ini telah berlangsung beberapa Kongres. Kongres I ini, dibahas tentang program Umum GMKI, yakni bagaimana pelayanan yang efektif terhadap anggota sebagai unit terkecil dari organisasi, terutama dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan PA agar mereka dimampukan untuk menjadi Saksi Kristus dalam dunia mahasiswa Indonesia. Sejarah juga mencatat bahwa pada tahun ini, tepatnya tanggal 22 Mei 1950, terbentuklah Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) yang dipelopori oleh tokoh-tokoh yang sebelumnya dibina oleh GMKI, ketika masih bernama CSV atau PMKI, seperti dr. J. Leimena, E. Tunggul Sihombing, Dr. Abineno, Dr. Marantika, dan lain-lain. Penyatuan gereja-gereja memang merupakan suatu cita-cita konstan GMKI.

Pada Periode Awal ini, GMKI baru memiliki 5 (lima) cabang dengan anggota berjumlah 481 orang, dengan rincian masing-masing sebagai berikut: Jakarta (181 orang), Bandung (187 orang), Yogyakarta (40 orang), Surabaya (64 orang), dan Makassar (9 orang). Kelima cabang ini kemudian melaksanakan Kongres II pada Oktober 1952 juga di Sukabumi. Kongres ini sangat bermakna penting dan stratejis karena: 1) berhasil disusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART); dan 2) mulai ditetapkan tema-tema untuk setiap kongres. Kongres II berhasil menyusun Pengurus untuk masa kerja 2 (dua) tahun (1952-1953) sebagai berikut: 1) Ketua Umum: dr. J. E. Siregar; 2) Penulis Umum: Nn. Mr. Tine A. L. Frans; dan 3) Bendahara: Dr. S. C. Nainggolan.

Pada tahun 1951, diadakan Kursus Kader Internasional yang pertama kali di Jogjakarta, dengan negara peserta: Birma, Muangthai, Philipina, India, Srilangka, Jepang, Amerika, Australia, Indonesia, dan dari WSCF sendiri. Wakil Indonesia antara lain: dr. J. E. Siregar, Nn. Tine A. L. Franz, Chr. A. Kitting, L. Radja Haba, dan Nn. D. A. Tamaela. Hasil konkrit dari kursus ini adalah dengan bekerjanya C. I. Itty, MA, sebagai Sekretaris keliling, yang mengunjungi cabang-cabang GMKI di tanah air.

Kongres II juga berlangsung di Sukabumi pada tahun 1952. Masalah utama yang dugumuli adalah program pelayanan anggota, juga merupakan “lampu kuning” bagi setiap anggota GMKI agar tidak tenggelam dalam multiaktivitas tanpa dibarengi dengan kehidupan rohani yang matang. Iman tanpa ilmu pengetahun adalah buta dan ilmu pengetahu tanpa iman adalah lumpuh, demikian antara lain yang disampaikan oleh J. Leimena, bahkan berulang-ulang kali diucapkan sebagai “warning.” Dalam Kongres ini juga ditetapkan antara lain: GMKI berdasarkan Kitab Kudus yang menyaksikan Yesus Kristus adalah Allah dan Juruselamat, dan ditetapkan bahwa tanggal 9 Februari 1950 sebagai hari berdirinya GMKI.

Kongres III berlangsung di Yogyakarta pada tahun 1953. Pada tahun yang sama, berdirilah cabang GMKI Bogor dan Medan sehingga jumlah seluruh anggota meningkat menjadi 1099 orang (untuk ketujuh cabang). Pada tahun yang sama, GMKI melalui General Assembly WSCF di Nasrapur, India, resmi menjadi Affiliated Movement/Full Member WSCF.

Selanjutnya, Kongres IV berlangsung di Surabaya Tahun 1954, Kongres V di Bandung Tahun 1955, dan Kongres VII di Kalimantan Tahun 1959, dimana keputusan yang diambil masih bersifat umum, yakni menyangkut pergumulan GMKI di medan layannya..

Kongres VI berlangsung di Sukabumi pada tahun 1956, yang menggumuli tentang:
1) Esistensi GMKI dan identitasnya agar tetap independen dan tidak tergoda untuk bernaung di bawah salah satu kekuatan partai politik. Masalah ini juga berkembang sampai tahun 1960-an, dimana banyak orang “memvonis” bahwa GMKI merupakan “onderbouw” Parkindo (Partai Kristen Indonesia). Hal ini jelas keliru! Memang keduanya mempunyai dasar yang sama, yaitu Alkitab, tetapi, GMKI bukanlah organisasi politik! Kehadiran anggota-anggota atau “bekas” anggota GMKI dalam Parkindo, bukanlah kebijaksanaan resmi atau restu ataupun rekomendasi GMKI. Hal ini juga berlaku sampai sekarang.
2) Kongres VI ini juga melakukan perubahan AD/ART GMKI, dimana Pengurus Umum dipilih untuk masa bakti 2 (dua) tahun.

Hingga tahun 1960, boleh dibilang bahwa GMKI memang mengalami masa perkembangan, baik dalam hal penataan organisasi maupun dalam siklus dan kalender konstitusi organisasi. Sebagai contoh, pada IV di Prigen, Surabaya, telah dilaksanakan Konperensi Studi mengawali Kongres.

b. Masa Konsolidasi (1960-1970)

Konperensi Studi dan Kongres Nasional (KKN) VIII pada Juli 1961 berlangsung di Surabaya, yang merupakan Kongres pertama pada dekade 1960-an, yang dikenal sebagai Masa Konsolidasi. (cf: dekade 1950-an disebut Masa Pertumbuhan). Di sekitar periode ini dapat dicatat bahwa atas inisiatif GMKI, telah disepakati agar dua organisasi pemuda kristen yang selalu berseteru, yakni PPKI (Persatuan Pemuda Kristen Indonesia) dan MPKO (Majelis Pemuda Kristen Oikumene) untuk meleburkan menjadi satu organisasi. Cita-ciat ini akhirnya tercapai pada tanggal 23 April 1962, dimana GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) berdiri, sebagai fusi dari kedua organisasi di atas.

Kongres VIII telah membawa GMKI memasuki kehidupan baru dimana aspek konsolidasi organisasi mulai hangat didiskusikan. Kongres ini juga berhasil mengubah struktur secara besar-besaran dan mulailah berlaku AD/ART yang baru. GMKI yang sebelumnya dipimpin secara desentralisasi oleh Pengurus Umum (PU), selanjutnya diatur secara sentralisasi oleh Pengurus Pusat (PP). Sebelumnya, PU lebih banyak merupakan federasi dari organisasi di kota-kota PT. Selain itu, mulailah dilakukan pembagian Daerah Regional Cabang, Perumusan Pola Pelayanan, Garis Panggilan Umum, dan Pembentukan Cabang-cabang yang Baru (tendensi organisasi semakin berkembang).

Kongres IX berlangsung di Pematang Siantar tahun 1963. Kongres X berlangsung di Manado tahun 1965. Pada Kongres ini, GMKI menyatakan dirinya sebagai “anak kandung Gereja dalam Revolusi Indonesia” dan sebagai organisasi kader dan bukan ormas (organisasi massa). Hal ini berarti bahwa sikap dan tindakan GMKI diidentikkan dengan Gereja. Sebagai implikasi logisnya, pembinaan anggota diarahkan untuk menjadi kader yang mampu dan berkualitas sehingga dapat menjawab tantangan di atas. Pemahaman visi dan misi Gerakan oleh para kader, mutlak diperlukan.
Kongres XI di Makale, Tana Toraja pada tahun 1967, mencatat hal-hal yang menggembirakan dari aspek perkembangan organisasi, dimana sudah terdapat 72 cabang GMKI di seluruh tanah air, yang dibagi ke dalam 12 daerah pelayanan yang dikoordinasi oleh Koordiantor Daerah (Korda). Pada Kongres ini, GMKI merasa terpanggil untuk meningkatkan peranserta bagi pelayanan dan kesaksian dalam usaha membina kader baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kongres ini bermakna penting sebab merupakan Kongres pertama sejak bangsa dan negara bersama rakyat berhasil menumpas Pemberontakan G-30-S/PKI.

Secara intern organisasi, memang diakui bahwa peristiwa ini menimbulkan polarisasi dalam tubuh GMKI. Sebagai contoh, penyusutan jumlah cabang di tahun 1960-an sebanyak ± 90 cabang, yang hadir di Kongres XII di Kupang-Timor tahun 1970, hanya 32 cabang. Banyak cabang yang nonaktif sejak tahun 1966, terutama karena dilakukannya pembenahan sistem pendidikan tinggi oleh Pemerintah sehingga PT yang “belum mapan dan statusnya kurang jelas,” ditutup. Selain itu, timbulnya apatisme di kalangan mahasiswa sehingga banyak yang enggan masuk organisasi-organisasi ekstrauniversiter.

Selama Masa Konsolidasi, GMKI mengalami perubahan yang sangat pesat, yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi politik, sosial, dan ekonomi di Indonesia. Pengalaman dari kongres ke kongres telah membawa GMKI kepada suatu pernyataan yang dicetuskan pada Kongres XII di Kupang pada tahun 1970, yakni: “Here Am I, Send Me.” Keputusan Kongres XII menuntut agar GMKI harus menegaskan posisi teologis sebagai “gereja yang fungsional di PT.”

c. Masa Pengutusan (1970-sekarang)

Masa Pengutusan ini dapat ditelaah dari 2 (dua) aspek penting, yaitu interen organisasi dan eksteren organisasi. Aspek interen organisasi yang perlu dicermati dan disimak, antara lain:
1) Bidang Organisasi; dilakukan pembenahan cabang-cabang termasuk evaluasi terhadap yang tidak lagi berfungsi bahkan ada beberapa cabang yang dibubarkan. Di lain pihak, terbentuk cabang-cabang baru di kota-kota perguruan tinggi yang dianggap stratejis. Hingga memasuki Kongres XXX yang akan diselenggarakan di Kupang, 5-12 November 2006, tercatat sekitar 71 cabang GMKI (jumlah yang hampir sama tatkala memasuki Kongres XII di Kupang pada tahun 1970 atau 36 tahun kemudian), selain beberapa calon dan bakal calon cabang yang sedang diproses oleh Pengurus Pusat Masa Bakti 2004-2006;
2) Bidang Kaderisasi: Kongres XV di Palembang tahun 1976, telah memutuskan sesuatu yang sangat berharga dan penting bagi eksistensi GMKI ke depan, yaitu dipandang perlu membentuk suatu lembaga yang akan menjnjang pengkaderan GMKI. Lembaga tersebut direkomendasikan kepada Pengurus Pusat dengan nama Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kader (LPPK) GMKI. Lima tahun kemudian (1981), melalui seminar nasional pendidikan kader di Salatiga, dirumuskanlah Pola Dasar Sistem Pendidikan Kader (PDSPK) GMKI. PDSPK ini berlaku untuk 10 tahun ke depan barulah dievaluasi. Sesudah 10 tahun (1981-1991), oleh Pengurus Pusat GMKI Masa Bakti 1990-1992, meaksanakan Lokakarya Sistem Pendidikan Kader GMKI di Salatiga, 17-22 Maret 1992. Produk ini, kemudian oleh Pengurus Pusat GMKI Masa Bakti 1992-1994 bersama Yayasan Bina Darma (lembaga yang dibentuk oleh Universitas Kristen Satya Wacana dan GMKI) kembali melaksanakan Konsultasi Nasional dan Lokakarya PDSPK pada 14-17 Maret 1994 di Kampus “Bina Darma” Salatiga, dimana produk Lokakarya tersebut dijadikan sebagai materi dasar Pendidikan Kader GMKI yang selanjutnya dilaporkan pada Kongres XXIV di Pekanbaru. Akhirnya, Kongres ini berhasil mensahkan produk Lokakarya menjadi PDSPK GMKI 1994-2004. Sebab itu, dalam KKN (Konperensi Studi dan Kongres Nasional) GMKI di Jogjakarta tahun 1974, GMKI mulai memikirkan cara-cara baru dalam rangka pendidikan kader. Pada tahun 1975, diadakan Seminar Pendidikan Kader GMKI di Salatiga, kemudian hasilnya dilaporkan dalam KKN 1976, yang selanjutnya menganjurkan agar dibentuk badan yang permanen untuk menagani kaderisasi. Hasilnya antara lain:
a) Terbentuknya YBD (Yayasan Bina Darma) yang merupakan wujud kerjasama antara GMKI dan UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana) Salatiga, setelah melalui rembukan dan konsultasi yang intens, untuk mewujudkan Keputusan KKN 1976.
b) Selanjutnya, dengan dimotori oleh YBD, dilakukanlah lokakarya untuk mencari bentuk-bentuk yang cocok untuk GMKI. Pada Lokakarya Nasional GMKI Tahun 1981, berhasil dirumuskan Pola Dasar Pendidikan Kader GMKI, yang populer dengan nama “Pola Dasar ’81 sebagiaman telah dijelaskan sebelumnya.”
3) Aspek Konstitusi: satu hal penting yang berhubungan dengan kehidupan konstitusi adalah adanya perubahan AD/ART GMKI pada Kongres XX di Palangkaraya, yang merupakan kelanjutan dari rekomendasi Kongres XIX di Salatiga, terutama yang berhubungan dengan hadirnya UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi kemasyarakatan, dimana semua organisasi harus mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, dalam AD/ART. GMKI mematuhi amaat UU ini dengan mengubah bunyi Pasal 2 AD GMKI, yang sebelumnya adalah berdasarkan Alkitab. Ini tidak berarti GMKI telah mengaburkan identitasnya sebagai organisasi yang bersifat gerejawi. Secara taktis, GMKI memindahkan rumusan Pasal 2 AD ke dalam Pembukaan, yang dipandang sebagai sumber inspirasi dan sumber motivasi bagi jiwa dan langgam kerjanya dan sumber rujukan bagi penyusunan batang tubuh AD/ART.
Bagi GMKI, Pancasila bukan “barang baru,” sebab pada Musyawarah Ketua-ketua Cabang (Musketcab) pada era 1950-an, GMKI telah menetapkan Pancasila sebagai temanya. Pancasila juga telah menjadi sumber inspirasi dan sumber motivasi/rujukan bagi aturan organisasi karena termuat secara jelas dalam Penjelasan Pembukaan/Mukaddimah AD GMKI.

Sebuah AD/ART ideal adalah yang mampu beradaptasi terhadap berbagai perubahan-perubahan yang terjadi baik dari sisi internal maupun eksternal. Jika kita memperhatikan AD/ART GMKI, maka sejak tahun 1986 hingga tahun 2004, sekitar 18 tahun, tidak lagi dilakukan perubahan-perubahan. Muncul pertanyaan-pertanyaan sederhana: 1) Apakah itu pertanda bahwa AD/ART GMKI begitu luwes/fleksibel dan kenyal sehingga mampu beradaptasi dengan situasi apapun?; 2) Apakah kita menganggap begitu sakral AD/ART kita sehingga ia tidak boleh “disentuh?”; 3) Ataukah kita termasuk kategori sivitas organisasi yang tidak peduli pada aturan permainan atau aturan dasar organisasi padahal ia sangat menentukan sepak terjang dan langgam kerja kita?; dan masih “apakah-apakah” yang lain yang dapat kita rumuskan secara sendiri dan spesifik.

Untuk Eksteren Organisasi, beberapa hal yang perlu dicatat adalah sebagai berikut: 1) GMKI bersama organisasi ekstrauniversiter lainnya (HMI, PMII, PMKRI, dan GMNI) pada tanggal 22 Januari 1972, membentuk “Kelompok Cipayung” (sesuai keputusan Kongres yang menyambut baik keterlibatan GMKI di Kelompok Cipayung), sebagai forum komunikasi antara organisasi ekstrauniversiter. Pada awalnya, Kelompok ini melaksanakan diskusi yang bertemakan: “Indonesia Yang Dicita-citakan.” Selama kelompok ini ada, hasil dialog mereka merupakan sumbangan pemikiran yang penting bagi kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat; dan 2) pada tanggal 23 Juli 1973, GMKI turut membidani lahirnya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), yang merupakan wadah berhimpun bagi seluruh pemuda Indonesia. Ide dasarnya tidak jauh berbeda dengan pembentukan “Kelompok Cipayung,” yaitu adanya keinginan yang luhur untuk turut memberikan kontribusi pemikiran dalam proses pembangunan nasional dan berusaha mengatasi pengkotak-kotakan dalam dunia pemuda.

Kongres XIV berlangsung di Yogyakarta tahun 1974. Kongres mengajak GMKI agar “exodus” (keluar) dari “ghetto-ghetto” (lingkaran/tembok) persekutuan yang sempit dan ikut bersama berjuang bagi perdamaian, keadilan, dan kebenaran. Ini berarti, GMKI tidak hanya berkonsolidasi dan berbenah diri, tetapi yang terutama memberikan kesaksian dengan tindakan nyata bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang pluralistis ini.

Kongres XV berlangsung di Palembang tahun 1976. Perhatian Kongres ditujukan kepada evaluasi ulang menyangkut relevansi Program GMKI, terutama menyangkut Pendidikan Kader dan proses timbal balik antara pendidikan formal dan nonformal. Kongres XVI berlangsung di Ujungpandang tahun 1978 dan Kongres XVII berlangsung di Jakarta tahun 1980.

Selanjutnya, Kongres XVIII berlangsung di Jakarta pada Tahun 1980, Kongres XIX berlangsung di Salatiga pada Tahun 1984; dan Kongres XX berlangsung di Palangkaraya Tahun 1986; Kongres XXI berlangsung di Bandung pada Tahun 1988; Kongres XXII berlangsung di Jayapura pada Tahun 1990; Kongres XXIII berlangsung di Tomohon pada Tahun 1992; Kongres XXIV berlangsung di Pekanbaru pada Tahun 1994; Kongres XXV berlangsung di Ambon pada Tahun 1996; Kongres XXVI berlangsung di Palu pada Tahun 1998; Kongres XXVII berlangsung di Denpasar pada Tahun 2000; Kongres XXVIII berlangsung di Tondano pada Tahun 2002; dimana keputusan yang diambil masih bersifat umum, yakni menyangkut pergumulan GMKI di medan layannya kecuali Kongres XIX dan XX yang akhirnya berhasil mengubah dari “DASAR” GMKI, yakni Alkitab menjadi “ASAS” serta Kongres XXIX berlangsung di Pematang Siantar pada Tahun 2004, yang menambahkan pasal tentang Visi dan Misi (Pasal 2 yang sebelumnya tentang Tujuan), dimana ayat 1 merupakan rumusan baru tentang Visi sedangkan ayat 2 tentang Misi yang merupakan rumusan “lama” atau “saduran” dari rumusan Tujuan pada AD/ART sebelumnya.

III. WAKTU, TEMPAT, DAN TEMA/SUBTEMA KONGRES GMKI

Kongres ke Tempat dan Waktu Tema Subtema
I Sukabumi, Desember 1950 - -
II Sukabumi, Oktober 1952 Jesus Kristus adalah Jawaban -
III Yogyakarta, Desember 1953 Jesus Kristus adalah Harapan -
IV Prigen, Surabaya, 31 Oktober-7 November 1954 Jesus Kristus adalah Tuhan Jawaban dan Harapan Mahasiswa -
V Bandung, 16-23 Oktober 1955 Jesus Kristus Juru Damai -
VI Sukabumi, Desember 1956 Manusia dan Pekerjaannya -
VII Yogyakarta, 5-9 April 1959 - -
VIII Surabaya, 18-28 Juli 1961 Panggilan Kita -
IX Pematang Siantar, 18-29 Agustus 1963 Dengan Iman Teguh Kita Bina Sosialis Indonesia -
X Manado, 12-28 Desember 1965 Jesus Kristus Gembala ke Dunia Baru Dengan Berdikari Kita Sosialisme Indonesia dan Dunia Baru
XI Makale, Tanah Toraja, 17-30 September 1967 Jesus Kristus Menjadikan Semuanya Baru Dengan Study dan Kerja yang Lebih Baik, Kita Bina Pembangunan Masyarakat dan Modernisasi
XII Kupang, 29 Januari-9 Februari 1970 Utuslah Aku Study, Mengabdikan Ilmu dalam Pembangunan Manusia
XIII Malang, 9-23 Februari 1972 Kamu adalah Sahabatku Bina Ilmu bagi Keadilan dan Kemakmuran
XIV Yogyakarta, Mei 1974 Jesus Kristus Penegak Perdamaian, Keadilan, dan Kebenaran Dengan Iman dan Keberanian, Kita Tingkatkan Persekutuan dan Pelayanan bagi Masyarakat Sejahtera
XV Palembang, Mei 1976 Pembaharuan Pemikiran Menuju Solidaritas Kemanusiaan demi Penghargaan Manusia Baru Mengabdikan Ilmu dan Teknologi serta Meningkatkan kebersamaan untuk Membebaskan Rakyat dari Belenggu Kemiskinan dan Penderitaan
XVI Ujung Pandang, Juli 1978 Jesus Kristus Pembawa Masa Depan yang Benar, Adil, dan Sejahtera Berlandaskan Iman, Idealisme, dan Kejujuran, Kita Berjuang Bersama Menegakkan Harkat Kemanusiaan dalam Menyongsong Masa Depan yang Lebih Baik
XVII Jakarta, 4-12 September 1980 Jadilah Garam dan Terang Dunia Bersama Rakyat Kita Bangun Masyarakat Adil, Sejahtera, Tangguh dan Lestari
XVIII Kabanjahe, Medan, September 1982 Mermbangun dan Tumbuh Bersama dalam Kasih Dengan Persekutuan dan kebersamaan yang Utuh, Kita Berpartisipasi Mewujudkan Pemerataan Pembangunan dalam Negara Pancasila
XIX Salatiga, 26 September -4 Oktober 1984 Jesus Kristus Raja Damai Yang Adil dan Benar Dengan Iman, Pengharapan, dan Ilmu Pengetahuan, Kita Berjuang Bersama melalui Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila, bagi tegaknya Demokrasi, Keadilan, Kebenaran, Persatuan, dan Perdamaian
XX Palangkaraya, Oktober 1986 Kamu adalah Saksi-Ku Dengan Iman, Kasih, dan Profesionalisme, Kita Berjuang Bersama Mengisi Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
XXI Bandung, Oktober 1988 Supaya Semua Memperoleh Hidup yang Adil, Damai, dan Sejahtera Meningkatkan Kualitas Manusia dan Partisipasi bagi Terwujudnya Keadilan Sosial, Demokrasi, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan dalam Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
XXII Jayapura, 21-31 Oktober 1990 Tuhanlah Yang Empunya Kerajaan, Kuasa, dan Kemuliaan Dengan Kebersamaan dan Perdamaian, Kita Tingkatkan Perwujudan Demokrasi, Keadilan, dan Keutuhan Ciptaan Memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap II dalam Masyarakat Pancasila
XXIII Tomohon, 21-31 Oktober 1992 Carilah Tuhan, maka Kamu akan Hidup Bersama-sama Meingkatkan Kualitas Manusia untuk Menegakkan Keadilan dalam Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
XXIV Pekanbaru, 14-24 September 1994 Diutus untuk Berbuah Mengembangkan Pembaharuan menuju Keindonesiaan yang Utuh, Adil, dan Demokratis
XXV Ambon, 21 September-1 Oktober 1996 Kekuasaan yang Menghidupkan Memantapkan Kerangka Dasar Pembangunan Nasional melalui Peningkatan Kedaulatan Rakyat, Penegakan Wibawa Hukum, dan Pemerataan Hasil Pembangunan dalam Mewujudkan Cita-cita Bangsa yang Bersatu
XXVI Palu, 19-22 Oktober 1998 Taatilah Hukum dan Tegakkanlah Keadilan Membangun Era Reformasi yang Berkedaulatan dan Menjunjung Tinggi HAM Menuju Masyarakat Pancasila Abad XXI
XXVII Denpasar, 1-7 November 2000 Hiduplah dalam Perdamaian dengan Semua Orang Memaknai Keindonesiaan dengan Semangat Perdamaian Berdasarkan Keadilan dan Kemanusiaan Menuju Persatuan dan Keutuhan Bangsa
XXVIII Tondano, 8-15 November 2002 Lakukanlah yang Baik dan Tetaplah Setia Memperjuangkan Keadilan, Kesetaraan, dan Kesejahteraan dalam Kehidupan Berbangsa yang Plural dengan Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai Demokrasi di Indonesia
XXIX Pematang Siantar, 2004 Bertolong-tolonglah Menanggung Bebanmu (Gal. 6:2a) Menumbuhkan Spiritualitas Kemanusiaan dalam Perjuangan Mewujudkan Keadilan, Persatuan, dan Demokrasi di Indonesia
XXX Kupang, 5-12 November 2006 Bangkitlah, Menjadi Taruk bagi Bangsa Menguatkan Solidaritas Kemanusiaan dan Memperjuangkan Demokrasi Substansial menuju Persatuan Indonesia yang Berkeadilan dan Bermartabat

IV. PERKEMBANGAN PERUBAHAN PEMBUKAAN AD GMKI

1. Pembukaan AD Tahun 1952 (versi Keputusan Kongres II GMKI Tahun 1952 di Sukabumi, Jawa Barat)

Sadar akan panggilan Tuhan Yesus Kristus untuk menjadi saksi-Nya di dalam masyarakat dan bersatu dalam kebaktian kepada-Nya, maka mahasiswa Kristen Indonesia yang tergabung dalam Christelijke Studenten Vereeniging op Java (CSV) yang didirikan pada tanggal 28 Desember 1932 di Kaliurang, yang dalam masa revolusi kemerdekaan Indonesia menjelma menjadi Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKI) yang pada waktu itu timbul selaku organisasi yang baru.
Pada tanggal 9 Februari 1950 meleburkan diri menjadi satu dalam bentuk organisasi yang bergabung dalam World Student Christian Federation, dengan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia.

2. Pembukaan AD Tahun 1961 (versi Keputusan Kongres VIII GMKI Tahun 1961 di Surabaya, Jawa Timur)

Sesungguhnya Yesus Kristus adalah Anak Allah dan Juru Selama yang telah datang untuk menebus umat manusia.

Oleh anugerah-Nya yang agung itu, maka setiap orang yang percaya dan kepada-Nya terpanggil untuk mewujudkan ucapan syukur kehadirat-Nya serta kasih persaudaraan kepada sesamm manusia, dengan memberitakan Kabar Kesukaan itu.

Bahwa serentak dengan penjelmaan itu, Tuhan Yesus telah menghimpun umat-Nya dalam suatu persekutuan dengan-Nya, yang terwujud dalam Gereja Kristen yang Am, yang adalah tubuh-Nya di dunia ini. Oleh karenya menjadi panggilan bagi setiap warga gereja untuk menyatakan hakekat itu dalam tindakan kesaksian yang nyata.

Bahwa sadar akan panggilan tersebut dengan gerak dan lapangan pelayanannya, yakni untuk menjadi saksi-saksi-Nya di dalam masyarakat mahasiswa, bangsa dan negara, baik di Indonesia maupun diseluruh dunia, maka pada tanggal 9 Februari 1950 mahasiswa-mahasiswa Kristen Indonesia yang tergabung dalam Christelijke Studenten Vereeniging op Java, yang berdiri pada tanggal 28 Desember 1932 di Kaliurang, yang dalam masa revolusi kemerdekaan Indonesia menjelma menjadi Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia, beserta CSV yang dalam pada itu timbul selaku organisasi baru, meleburkan diri menjadi satu didalam satu bentuk organisasi dengan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia yang bergabung dalam World Student Christian Federation.


3. Pembukaan AD Tahun 1965 (versi Keputusan Kongres X GMKI Tahun 1965 di Manado, Sulawesi Utara)

Sesungguhnya Yesus Kristus adalah Anak Allah dan Juru Selama umat manusia. Oleh anugerah-Nya yang agung itu, setiap orang yang percaya dan kepada-Nya terpanggil untuk mewujudkan ucapan syukur kehadirat-Nya serta kasih persaudaraan kepada sesamm manusia.

Bahwa serentak dengan penyelamatan itu, Tuhan Yesus menghimpun umat-Nya dalam satu persekutuan dengan-Nya, yang terwujud dalam Gereja Kristen yang Kudus dan Am, yang adalah tubuh-Nya di dunia ini. Oleh karenya menjadi panggilan untuk setiap warga Gereja untuk menyatakan hakekat persekutuan itu dalam tindakan kesaksian Gereja dalam masyarakat.

Sadar akan panggilan tersebut dan sesuai pula dengan gerak dan lapangan pelayanannya, yakni untuk menjadi saksi-saksi-Nya di dalam perguruan tinggi, masyarakat, bangsa dan negara, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia, maka pada tanggal 9 Februari 1950 mahasiswa-mahasiswa Kristen Indonesia yang melanjutkan usaha-usaha Christelijke Studenten Vereeniging op Java, yang didirikan pada tanggal 28 Desember 1932 di Kaliurang,guna mempertinggi partisipasinya dalam Gereja dan perjuangan Bangsa, yang dalam masa revolusi kemerdekaan Indonesia menjelma menjadi Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia, beserta Christelijke Studenten Vereeniging yang dalam pada itu timbul sebagai organisasi baru, meleburkan diri menjadi satu bentuk organisasi dengan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, yang bergabung dalam World Student Christian Federation.

4. Pembukaan AD Tahun 1972 (versi Keputusan Kongres XIII GMKI Tahun 1972 di Malang, Jawa Timur)

Sesungguhnya Yesus Kristus, Anak Allah dan Juru Selamat, ialah Tuhan manusia dan alam semesta. Kehadiran-Nya dalam sejarah ialah perbuatan Allah untuk menebus dan menyelamatkan manusia melalui kematian dan kebangkitanNya yang menjadikan semuanya baru dan sempurna.

Anugerah-Nya yang dinyatakan dalam karya-Nya yang memanggil manusia untuk percaya dan mengucap syukur dalam penatalayanan alam semesta, mewujudkan iman, pengharapan dan cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari.

Roh Kudus menghidupkan persekutuan orang beriman selaku gereja yang esa, am dan rasuli, yang diutus untuk menyampaikan kabar keselamatan dan pembebasan bagi pembaharuan manusia dan alam semesta. Maka menjadi panggilan dan pengutusan setiap warga Gereja untuk menyatakan kehadiran-Nya dalam pemberitaan dan kehidupan bertanggungjawab mewujudkan kesejahteraan, perdamaian, keadilan dan kebenaran di tengah-tengah Masyarakat.

Untuk mewujudkan panggilan dan pengutusan dalam kehidupan dan perkembangan perguruan tinggi dan mahasiswa, maka pada tanggal 9 Februari 1950 mahasiswa Kristen Indonesia, yang melanjutkan usaha Christelijke Studenten Vereeniging op Java, yang berdiri pada tanggal 28 Desember 1932 di Kaliurang untuk mengikutsertakan gereja dalam pergerakan oikumene dan perjuangan Bangsa yang dalam revolusi kemerdekaan Indonesia menjelma menjadi Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia bersama-sama dengan Christelijke Studenten Vereeniging pada waktu itu timbul sebagai persekutuan yang baru, bersama-sama berjuang, kemudian meleburkan diri sebagai persekutuan yang baru, yang bernama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, yang bergabung dalam World Student Christian Federation.

AD/ART GMKI pada Kongres XIII GMKI Tahun 1972 di Malang, Jawa Timur tersebut, bukan merupakan keputusan tersendiri tetapi bagian dari Laporan Umum PP GMKI Periode 1969-1971. Secara umum, rumusan hampir sama dengan rumusan AD/ART GMKI yang kita miliki saat ini, kecuali pada beberapa bagian. Pada setiap alinea terdapat inti/substansi utama yang sekaligus menggambarkan nuansa teologis-historis dari AD/ART itu sendiri. Pasal-pasal dalam batang tubuh tidak terlalu berbeda bahkan dapat dikatakan hampir sama, kecuali Pasal 2 yang menjelaskan tentang DASAR dengan rumusan lengkap: “Organisasi ini berdasarkan Alkitab, yang menyaksikan Yesus Kristus ialah Tuhan dan Juruselamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia.

4. Pembukaan AD Tahun 1980 (versi Keputusan Kongres XVII GMKI Tahun 1980 di Jakarta)

Sesungguhnya Yesus Kristus, Anak Allah dan Juruselamat, ialah Tuhan manusia dan alam semesta. Kehadiran-Nya dalam sejarah ialah perbuatan Allah untuk menebus dan menyelamatkan manusia melalui kematian dan kebangkitan-Nya yang menjadikan semuanya baru dan sempurna.

Anugerah-Nya yang dinyatakan dalam karya-Nya yang memanggil manusia untuk percaya dan mengucap syukur dalam penatalayanan alam semesta, mewujudkan iman, pengharapan dan cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari. Roh Kudus menghidupkan persekutuan orang beriman selaku gereja yang esa, am dan rasuli, yang diutus untuk menyampaikan kabar keselamatan dan pembebasan bagi pembaharuan manusia dan alam semesta. Maka menjadi panggilan dan pengutusan setiap warga Gereja yang ditempatkan oleh Tuhan di dalam perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia untuk menyatakan kehadiran-Nya dalam pemberitaan-Nya dan kehidupan yang bertanggung-jawab bersumber pada Alkitab yang menyaksikan Yesus Kristus ialah Tuhan dan Juruselamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia untuk mewujudkan kesejahteraan, perdamaian, keadilan dan kebenaran di tengah-tengah Masyarakat, Bangsa dan Negara.

Untuk mewujudkan panggilan dan pengutusan dalam kehidupan dan perkembangan perguruan tinggi dan mahasiswa, maka pada tanggal 9 Februari 1950 mahasiswa Kristen Indonesia, yang melanjutkan usaha Christelijke Studenten Vereeniging op Java, yang berdiri pada tanggal 28 Desember 1932 di Kaliurang untuk mengikutsertakan gereja dalam pergerakan oikumene dan perjuangan Bangsa yang dalam revolusi kemerdekaan Indonesia menjelma menjadi Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia bersama-sama Christelijke Studenten Vereeniging pada waktu itu timbul sebagai persekutuan yang baru bersama-sama berjuang menegakkan dan mempertahankan Republik Indonesia, Negara Proklamasi 17 Agustus 1945, kemudian meleburkan diri dan berhimpun dalam satu bentuk persekutuan dengan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, yang bergabung dalam World Student Christian Federation.

AD/ART GMKI pada Kongres XVII GMKI Tahun 1980 di Jakarta tersebut, sudah diatur dalam keputusan tersendiri, yakni sebagai lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Kongres Nasional XVII GMKI Nomor: 010/K-XVII/GMKI/1980 tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga GMKI.

Secara umum, rumusan hampir sama dengan rumusan AD/ART GMKI yang kita miliki saat ini, kecuali pada beberapa bagian terutama ada penambahan bagian kalimat yang digaribawah. Pada setiap alinea terdapat inti/substansi utama yang sekaligus menggambarkan nuansa teologis-historis dari AD/ART itu sendiri. Pasal-pasal dalam batang tubuh tidak terlalu berbeda bahkan dapat dikatakan hampir sama, kecuali Pasal 2 yang menjelaskan tentang DASAR dengan rumusan lengkap: “Organisasi ini berdasarkan Alkitab, yang menyaksikan Yesus Kristus ialah Tuhan dan Juruselamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia.

Yang perlu dicermati adalah menyangkut konsiderans “Memperhatikan” dan “Menimbang.” Dalam konsiderans “Memperhatikan” disebutkan bahwa: 1) Usul-usul perubahan AD/ART GMKI yang diusulkan oleh cabang-cabang GMKI; 2) Laporan hasil kerja Panitia Nasional AD/ART GMKI Periode 1978-1980; dan 3) Pokok-pokok Pikiran Cabang yang disampaikan dalam Sidang Pleno Kongres.

Dalam konsiderans “Menimbang” disebutkan bahwa: 1) Pemahaman yang serius dan mendasar terhadap AD/ART adalah mutlak perlu dalam rangka: 1.1. Penghayatan yang mendalam akan identitas dan ciri-ciri karakteristik GMKI; dan 1.2. Menegakkan tertib dan disiplin berorganisasi; dan 2) Perlu pembahasan, perubahan, dan penyesuaian yang menyangkut masalah isi, ketentuan, istilah, tata bahasa, dan penggunaan tanda-tanda baca. Catatan: Urutan konsiderans dan diktum diatur sebagai berikut: “Mengingat,” “Memperhatikan,” “Mendengar,” Menimbang,” “Menetapkan,” lalu “Memutuskan.” Sebagai pembanding, dapat dilihat rumusan terakhir urutan tersebut menurut Kongres XXVIII GMKI Tahun 2004 (atau sekitar 24 tahun kemudian) di Pematang Sinatar, Sumatera Utara.

Catatan: karena rumusan Keputusan Kongres Nasional XVII GMKI Nomor: 010/K-XVII/GMKI/1980 tentang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga GMKI masih sama hingga Kongres Nasional XVIII GMKI di Medan tahun 1982, hal itu menunjukkan bahwa belum ada perubahan AD/ART antara kurun waktu 1980-1984.

5. Pembukaan AD Tahun 1984 (versi Keputusan Kongres XIX GMKI Tahun 1984 di Salatiga, Jawa Tengah)

Sesungguhnya Yesus Kristus, Anak Allah dan Juruselamat, ialah Tuhan manusia dan alam semesta. Kehadiran-Nya dalam sejarah ialah perbuatan Allah untuk menebus dan menyelamatkan manusia melalui kematian dan kebangkitan-Nya yang menjadikan semuanya baru dan sempurna.

Anugerah-Nya yang dinyatakan dalam karya-Nya yang memanggil manusia untuk percaya dan mengucap syukur dalam penatalayanan alam semesta, mewujudkan iman, pengharapan dan cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari.

Roh Kudus menghidupkan persekutuan orang beriman selaku gereja yang esa, am dan rasuli, yang diutus untuk menyampaikan kabar keselamatan dan pembebasan bagi pembaharuan manusia dan alam semesta.
Maka menjadi panggilan dan pengutusan setiap warga gereja yang ditempatkan oleh Tuhan di dalam perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia untuk menyatakan kehadiran-Nya dalam pemberitaan-Nya dan kehidupan yang bertanggungjawab kesejahteraan perdamaian, keadilan dan kebenaran di tengah-tengah Masyarakat Bangsa dan Negara.

Untuk mewujudkan panggilan dan pengutusan dalam kehidupan dan perkembangan perguruan tinggi dan mahasiswa, maka pada tanggal 9 Pebruari 1950 mahasiswa Kristen Indonesia yang melanjutkan usaha Christelijke Studenten Vereeniging op Java, yang berdiri pada tanggal 28 Desember 1932 di Kaliurang untuk mengikutsertakan gereja dalam pergerakan oikumene dan perjuangan Bangsa yang dalam revolusi kemerdekaan Indonesia menjelma menjadi Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia bersama-sama dengan Christelijke Studenten Vereeniging pada waktu itu timbul sebagai persekutuan yang baru bersama-sama berjuang menegakkan dan mempertahankan Republik Indonesia, Negara Proklamasi 17 Agustus 1945, kemudian meleburkan diri dan berhimpun dalam satu bentuk persekutuan dengan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, yang bergabung dalam World Student Christian Federation.

AD/ART hasil Kongres XIX GMKI di Salatiga, Jawa Tengah tersebut, tidak diatur dalam keputusan tersendiri karena pada waktu itu, telah muncul dan beredar draft RUU di bidang politik yang terkenal dengan nama “Lima UU Politik” khususnya Partai Politik (menjadi UU Nomor: 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik) dan RUU Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU Nomor: 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan) dimana klausul yang ”mencemaskan” bahkan menjadi polemik, yakni menyangkut asas tunggal Pancasila (satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara) dimana paling lambat dua tahun setelah RUU ini dundangkan, semua parpol dan organisasi kemasyarakatan tanpa kecuali harus mencantumkan secara tegas dalam AD/ART. Ini tekanan yang amat luar biasa bagi semua organisasi, termasuk GMKI, karena hingga saat itu, GMKI masih mencantumkan secara tegas dalam Pasal 2 AD bahwa “Dasar GMKI adalah Alkitab.”

Sebagai contoh, banyak delegasi cabang (termasuk Kupang) menuju Kongres dengan suatu prinsip/keyakinan yang kokoh bahwa “Dasar GMKI adalah Alkitab merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi!” Perdebatan dalam kongres berlangsung sangat alot. Ada yang setuju, ada yang tidak setuju, ada yang netral atau mungkin saja ada yang bahkan tidak peduli!

Untuk mengatasi kemelut tersebut, akhirnya Kongres berhasil menyepakati solusi yang bijak dan sangat monumental, dalam bentuk memorandum Kongres sebagai hasil kerja dari Panitia Kerja yang dibentuk khusus untuk tugas tersebut, yang secara lengkap dapat kita baca dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Kongres Nasional XIX GMKI Nomor: 015/K-XIX/GMKI/1984 tentang Pernyataan Sikap GMKI mengenai Pancasila sebagai Satu-Satunya Azas. Khusus dalam konsiderans nomor 3. disebutkan bahwa “sehubungan dengan usaha bangsa dan negara kita untuk menciptakan landasan yang kuat di bidang politik dan kemasyarakat, sehingga perjalanan kita menuju tinggal landas terjamin sepenuhnya, maka Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia melalui Kongresnya yang XIX Tahun 1984 di Salatiga, Jawa Tengah, memandang perlu menyatakan sikap.” Secara lengkap sebagai berikut (disalin sesuai dengan aslinya tanpa diadakan perubahan meski ada kesalahan dalam penulisan tahun dalam judul Keputusan, mestinya 1984 tetapi tertulis 1985(!) dan Panitia Nasional Perubahan AD/ART mestinya melaporkan hasil kerjanya kepada Kongres XX GMKI Tahun 1986 di Palangkaraya tetapi yang tertulis adalah Kongres XIX(!)).

Lampiran Keputusan Kongres Nasional XIX GMKI Nomor: 015/K-XIX/GMKI/1986 tentang Pernyataan Sikap Kongres Nasional Gerakan Mahasiawa Kristen Indonesia yang Berlangsung di Salatiga-Jawa Tengah dari tanggal 26 September sampai dengan 5 Oktober 1985(?) mengenai Pancasila sebagai Satu-Satunya Azas.

Sehubungan dengan pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya Asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara oleh Pemerintah, maka Kongres Nasional XIX Gerakan Mahasiawa Kristen Indonesia di Salatiga, 1984 mengemukakan sikap GMKI tentang “Pancasila sebagai satu-satunya Asas”, sebagai berikut:
(1) Sejak masih bersekutu dengan nama “Christelijke Studenten Vereeniging of Java” (CSV op Java) yang didirikan tanggal 28 Desember 1932 di Kaliurang, Yogyakarta, yang menjadi embrio lahirnya GMKI, di dalam Revolusi Kemerdekaan Indonesia berobah menjadi “Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia” (PMKI) bersama-sama dengan “Christelijke Studenten Vereeniging” (VSC) yang muncul sebagai persekutuan yang baru, bersama-sama dengan PMKI melebur diri menjadi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) pada tanggal 9 Pebruari 1950. Organisasi ini telah banyak mengambil peran aktif dalam mempersiapkan, merebut, dan mempertahankan Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dengan densirinya mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga GMKI. Itulah sebabnya bagi GMKI pertentangan-pertentangan di sekitar Pancasila sebagai dasar Negara, maupun sebagai ideologi bangsa, telah kami anggap selesai, sejak disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945.
(2) Sejarah GMKI telah tercatat, bahwa dalam bulan Desember setelah pembentukan GMKI, tanggal 9 Pebruari 1950, GMKI telah menyelenggarakan sebuah Konperensi Nasional di Sukabumi dengan Thema: “PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN NEGARA”. Dengan demikian, sejak saat itu GMKI adalah satu-satunya Organisasi Mahasiswa yang pertama kali menjadikan Pancasila sebagai Thema suatu Konperensi Studi Nasional yang serius, dalam rangka memantapkan Pancasila sebagai dasar dan Ideologi Bangsa dan Negara.
(3) Ketika di awal tahun 1966, dengan bangkitnya Angkatan ’66 yang ikut melahirkan Orde Baru, untuk meluruskan dan menyelamatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, GMKI ikut aktif dalam kesatuan-kesatuan Aksi tersebut, baik Organisasi, maupun sebagai pribadi-pribadi.
(4) Dalam kita memasuki Era Pembangunan sejak PELITA I, II, dan III yang baru lalu, GMKI ikut berpartisipasi yang sungguh-sungguh semua Sila dari Pancasila dalam seluruh kehidupan Bangsa dan Negara Pancasila akan dapat tetap lestari. Dengan demikian, kami menyambut gembira Pidato Kenegaraan Bapak Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1984, yang telah mengemukakan konsep-konsep dasar tentang Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila, maupun secara khusus penjelasan di sekitar masalah hubungan antara Agama dan Pancasila sebagai penjabaran daripada TAP No. II/MPR/RI tahun 1983.
(5) Dengan memahami secara sungguh dan mendalamai realitas kehidupan politik yang ada, terutama dalam rangka mengakhiri konflik-konflik Ideologis masa lampau, masa kini dan tantangan dimasa depan, yang sedang berusaha keras meletakkan kerangka landasan bagi Pembangunan tahapan Lepas Landas. Dalam rangka itu, dengan menyadari makna hakiki serta tujuan utama daripada gagasan pemberlakuan “Pancasila Sebagai Satu-satunya Asas”, maka dengan melandsaskan diri pada keyakinan akan panggilan Kristus di tengah-tengah Dunia, dengan tulus lkhlas, kami, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia menegaskan pengakuan dan penerimaan serta tekad untuk mempertahankan dan mengamalkan Pancasila sebagai satu-satunya Asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi Organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, dengan tetap mempertahankan Dasar Organisasi, yakni Alkitab yang menyaksikan bahwa Yesus Kristus ialah Tuhan dan Juru S’lamat di dalam ke-Esaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia
(6) Hal ini berangkat dari pemahaman kami, bahwa Pancasila tidak akan di-Agamakan dan Agama tidak akan di Pancasilakan, “disamping pemahaman kita, naha” masing-masing Agama mempunyai Dasar Agama yang bersifat Universal, berlaku untuk semua tempat dan Zaman dan yang tidak boleh ditambah dengan sesuatu paham lain disamping dasar Agama yang otentik. Dengan demikian Organisasi Kemasyarakatan yang berjiwa/bersifat Keagamaan, tetap berdasarkan Agama dan keyakinan masing-masing. Selain itu kita juga mencatat apa yang dikatakan dalam Pidato Kenegaraan, tanggal 16 Agustus 1983 yang menghendaki agar Organisasi Kemasyarakatan ikut menjamin pelestarian Pancasila, Stabilitas Nasional dan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila. Dengan demikian Organisasi-organisasi Kemasyarakatan yang berjiwa ke-Agamaan yang dengan inspirasi dan motivasi dari dasar agamanya mengambil bagian dan ikut bertanggungjawab dalam pembangunan masyarakat Pancasila dalam berbagai lapangan kehidupan kemasyarakatan sesuai dengan bidang-bidang kegiatan, profesi dan fungsi masing-masing, dapat hidup dan berkembang di bumi Indonesia yang Pancasilais. Kami berpendirian bahwa, dengan pengamalan semua sila dari Pancasila dalam suatu kesatuan yang utuh dan bulat, dimana sila yang satu melengkapi dan sekaligus membatasi keempat sila lainnya, maka kita berharap Pembangunan Nasional sebagai pengamalan Pancasila, berhasil secara bertahap membawa seluruh rakyat, bangsa dan negara, lebih ber-Ketuhanan, lebih ber-Kemanusiaan, lebih ber-Kesatuan, lebih ber-Kedaulatan dan lebih ber-Keadilan Sosial di dalam seluruh sektor kehidupannya. Itu berarti bahwa dalam rangka Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila, kita harus mengembangkan secara kreatif dan kritis cara-cara meningkatkan dan menyuburkan kehidupan keagamaan, spiritual, moral, serta kebebasan dan kerukunan beragama (Sila I). Meningkatkan nilai-nilai martabat dan hak-hak Kemanusiaan (Sila II), Meningkatkan “Nation Building” dimana Persatuan dan Kesatuan dimantapkan. Potensi-potensi perpecahan yang disebabkan oleh kesenjangan-kesenjangan Ekonomi, Sosial, Ethis, Ras, Pendidikan dan daerah diatasi serentak dengan kepelbagaian (ke-Bhinekaan), banyak dipeligara sebagai kekayaan persatuan (Sila III). Meningkatkan Demokrasi Pancasila, dimana seluruh Rakyat sebagai subyek Pembangunan dilibatkan dalam seluruh proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan pembangunan sebagai partisipasi rakyat, swadaya dan prakarsa masyarakat didorong dan ditumbuhkan, dwi fungsi ABRI tidak membawa kemiliterisme dan totaliterisme, tetapi ikut mendorong pertumbuhan Demokrasi Pancasila (Sila IV). Keadilan Sosial menjadi titik pusat di dalam perencanaan, pelaksanaan dan tujuan Pembangunan, sekaligus menjadi indikator pokok keberhasilan pembangunan itu sendiri (Sila V). Dengan demikian sebagai Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, kita harus berusaha mengambil peran aktif, agar pembangunan sebagai pengamalan Pancasila bisa menciptakan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesdia.
Demikian pernyataan sikap kami, yang kami buat atas kesadaran penuh melalui pergumulan yang sungguh dan dalam.

Rekomendasi Kongres Nasional XIX
kepada Pengurus Pusat GMKI Periode 1984-1986

1. Apabila dianggap perlu dan mendesak, maka Kongres Nasional XIX GMKI tahun 1984 di Salatiga-Jawa Tengah merekomendasikan kepada Pengurus Pusat GMKI Periode 1984-1986 untuk segera membentuk Panitia Nasional Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga GMKI bagi kebutuhan Kongres yang akan datang, yang mekanismenya disesuaikan dengan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga GMKI.
2. Panitia Nasional ini melaporkan hasil kerja kepada Kongres XIX GMKI.

DITETAPKAN DI : SALATIGA, JAWA-TENGAH
H A R I : J U M A T
T A N G G A L : 5 OKTOBER 1984
J A M : 00.45 WIB.
---------------------------------------------------------
M A J E L I S K E T U A:
ttd ttd
Liesje A. Sumampouw.- F. Robert O. Sitorus.-
ttd
Barnabas Kalalembang, SH.-
ttd ttd
Rahman Simanjuntak.- Jerry R. H. Sirait.-

6. Pembukaan AD Tahun 1986 (versi Keputusan Kongres XX GMKI Tahun 1986 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah)

Sesungguhnya Yesus Kristus, Anak Allah dan Juruselamat, ialah Tuhan manusia dan alam semesta. Kehadiran-Nya dalam sejarah ialah perbuatan Allah untuk menebus dan menyelamatkan manusia melalui kematian dan kebangkitan-Nya yang menjadikan semuanya baru dan sempurna.
Anugerah-Nya yang dinyatakan dalam karya-Nya yang memanggil manusia untuk percaya dan mengucap syukur dalam penatalayanan alam semesta, mewujudkan iman, pengharapan dan cinta kasih dalam kehidupan sehari-hari.

Roh Kudus menghidupkan persekutuan orang beriman selaku gereja yang esa, am dan rasuli, yang diutus untuk menyampaikan kabar keselamatan dan pembebasan bagi pembaharuan manusia dan alam semesta.

Maka menjadi panggilan dan pengutusan setiap warga gereja yang ditempatkan oleh Tuhan di dalam perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia, untuk menyatakan kehadiran-Nya dalam pemberitaan-Nya dan kehidupan yang bertanggungjawab bersumber pada Alkitab, yang menyaksikan Yesus Kristus ialah Tuhan dan Juru Selamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia untuk mewujudkan kesejahteraan perdamaian, keadilan dan kebenaran di tengah-tengah Masyarakat Bangsa dan Negara.

Untuk mewujudkan panggilan dan pengutusan dalam kehidupan dan perkembangan perguruan tinggi dan mahasiswa, maka pada tanggal 9 Pebruari 1950 Mahasiswa Kristen Indonesia yang melanjutkan usaha Christelijke Studenten Vereeniging op Java, yang berdiri pada tanggal 28 Desember 1932 di Kaliurang untuk mengikutsertakan Gereja dalam pergerakan oikumene dan perjuangan Bangsa yang dalam revolusi kemerdekaan Indonesia menjelma menjadi Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia bersama-sama dengan Christelijke Studenten Vereeniging pada waktu itu timbul sebagai persekutuan yang baru bersama-sama berjuang menegakkan dan mempertahankan Republik Indonesia, Negara Proklamasi 17 Agustus 1945, kemudian meleburkan diri dan berhimpun dalam satu bentuk persekutuan dengan nama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, yang bergabung dalam World Student Christian Federation.

AD/ART hasil Kongres XX GMKI di Palangkaraya, sudah diatur dalam keputusan tersendiri (lampiran sebagian bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Kongres). Rumusannya sama seperti AD/ART yang kita miliki saat ini menurut Keputusan Kongres Nasional XVII GMKI Nomor: 010/K-XVII/GMKI/1980 tentang AD/ART GMKI kecuali ditambahkan rumusan: bersumber pada Alkitab, yang menyaksikan Yesus Kristus ialah Tuhan dan Juru Selamat di dalam keesaan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus yang mengerjakan keselamatan manusia, yang merupakan kutipan dari rumusan “DASAR” menurut AD/ART sebelumnya, yaitu Alkitab”. Kemudian, Pasal 2 diganti judulnya dengan ”ASAS” dengan rumusan sesuai AD/ART GMKI saat ini.

V. PENGURUS PUSAT GMKI PER PERIODE

1. Antara Pembentukan sampai Kongres I (1950)
Ketua Umum : Dr. J. Leimena
Pelaksana : dr. O. E. Engelen
2. Periode 1951
Ketua Umum : dr. J. E. Siregar
Penulis Umum : Nn. Tine Frans, SH

3. Periode 1952
Ketua Umum : dr. J. E. Siregar
Penulis Umum : Nn. Tine Frans, SH
4. Periode 1953-1954
Ketua Umum : Nn. A. L. Tamaela
Wakil Ket. Umum : dr. J. E. Siregar
Panitra Umum I : Ds. Ihromi
Panitra Umum II : A. D. Patianom
5. Periode 1954-1955
Ketua Umum : dr. J. E. Siregar
Wakil Ket. I : Ir. Liem Swat Nie
Wakil Ket. II : W. B. Sijabat
Penulis Umum I : Ihromi
Penulis Umum II : Sabam Siagian
6. Periode 1955-1956
Ketua Umum : Sabam Siagian
Wakil Ket.1 : Ds. Ihromi
Wakil Ket. II : Herdin Panggabean
Penulis Umum I : Fridolin Ukur
Penulis Umum II : Liem Kiem Yang
7. Periode 1956-1958
Ketua Umum : Winanto
Wakil Ket. I : Ie Nyoek San
Wakil Ket. II : Tapi Omas Simatupang
Penulis Umum I : Sabam Siagian
Penulis Umum II : Liem King Yang/Sutarno
8. Periode 1959-1961
Ketua Umum : Binsar H. Siburian
Sekjen : Sutarno
9. Periode 1961-1963
Ketua Umum : Wim Montolalu
Wakil Ket. I : dr. Peter Sumbung
Wakil Ket. II : Pek Hiem Liang
Penulis Umum I : Kilian Sihotang
Penulis Umum II : Pontas Nasution/H. Hutabarat
10. Periode 1963-1965
Ketua Umum : dr. Peter Sumbung
Ketua : Pontas Nasution
Ketua : Willy Toisuta
Sek.Jen : Kilian Sihotang
Wak.Sek.Jen : Drs. H. Hutabarat (1964 berhenti)
Wak.Sek.Jen : Jootje Woworuntu
11. Periode 1965-1967
Ketua Umum : Drs. Kilian Sihotang
Ketua : Drs. Supardan
Ketua : Drs. Binsar Sianipar
Ketua : Drs. Willy Toisuta
Ketua : Vera Tung
Sek.Jen : Manase Malo, S.Th
Wak.Sek.Jen : Jhony Simajuntak
12. Periode 1967-1969
Ketua Umurn : Drs. Binsar Sianipar
Ketua : Drs. Willy Toisuta (1968 diganti Ir. Asi. H. Napitupulu)
Ketua : Drs. Jhony Simanjuntak
Ketua : Sulianti, SH
Sek.Jen : Drs. Supardan
Wak.Sek.Jen : Amir Sirait

13. Periode 1970-1972
Ketua Umum : Drs. Binsar Sianipar
Ketua : Lucas Luntungan
Ketua : Hans Nainggolan
Ketua : Natigor Siagian
Sek.jen : Tjok Giok Tjoen, STh
Wak.Sek.Jen : Jannes Hutagalung
14. Periode 1972-1974
Ketua Umiun : Ir. Natigor Siagian
Ketua : Arlina Gunarya
Ketua : Ir. Bungaran Saragih
Ketua : Drs. Jannes Hutagalung
Sek.Jen : Drs. Lucas Luntungan
Wak.Sek.Jen : Tarianto
15. Periode 1974-1976
Ketua Umum : Ir. Natigor Siagian
Ketua : Dra. Arlina Gunarya
Ketua : Ir. Ngentem Sinulingga
Sek.Jen : Shirato Syafei, Sth.
Wak.Sek.Jen : Tarianto, BA
16. Periode 1976-1978
Ketua Umum : Shirato Syafei, STh
Ketua : Hanriette M. Katoppo
Ketua : Rusman Lumbantoruan
Ketua : Ingun Hutagalung
Sek.Jen : Tony Waworuntu
Wak.Sek.Jen : Hety Siagian
17. Periode 1978-1980
Ketua Umum : Tony Waworuntu
Ketua : John Pieris
Ketua : dr. Sukowaluyo Mintohardjo
Ketua : Ignatius Onduko
Sek.Jen : Frans Allolerung
Wak.Sek.Jen : Maxis Boboy
18. Periode 1980-1982
Ketua Umum : Frans Allolerung
Ketua : Ignatius Ounduko
Ketua : Alex F. Litaay
Ketua : Drs. Yohan Sanggelorang
Sek.Jen : Togi Simatupang
Wak.Sek.Jen : Polly Wowor
19. Periode 1982-1984
Ketua Umum : Drs. Yohan Sanggelorang
Ketua : Alex. F. Litaay
Ketua : Drs. Parluhutan Hutahean
Ketua : Nn. Liesje A. Sumampouw, STh
Sekretarsi Umum : Drs. Sunggul Siahaan
Wakil Sekum : Ir. Bosmen H. Silalahi
20. Periode 1984-1986
Ketua Umum : Drs. Sunggul Siahaan
Sekretaris Umum : Pdt. Dicky M. Mailoa, STh
21. Periode 1986-1988
Ketua Umum : Ir. F. Robert O. Sitorus
Sekretaris Umum : Drs. Nikolas Hasibuan
22. Periode 1988-1990
Ketua Umum : Drs. Nikolas Hasibuan
Sekretaris Umum : Baltazar Tarigan, B.Sc
23. Periode 1990-1992
Ketua Umum : Drs. Marim Purba
Sekretaris Umum : Nus M. Liur, S.PAK
24. Periode 1992-1994
Ketua Umum : Drs. Imanuel Blegur
Sekretaris Umum : Drs. Hamonangan Aritonang
25. Periode 1994-1996
Ketua Umum : Drs. Imanuel Blegur
Sekretaris Umum : Audy W. M. R. Wuisang, STh.
26. Periode 1996-1998
Ketua Umum : Ir. Edward W. Tanari, M.Si.
Sekretaris Umum : Barita L. H. Simanjuntak, SH
27. Periode 1998-2000
Ketua Umum : Barita L. H. Simanjuntak, SH
Sekretaris Umum : Raenal Rante Parapak
28. Periode 2000–2002
Ketua Umum : Ir. David Payung
Sekretaris Umum : Dominggus Noya, SE (berhenti 2001)
29. Periode 2002–2004
Ketua Umum : Andre Manusiwa, SE
Sekretaris Umum : Nina Nayoan, S.Th
30. Periode 2004-2006
Ketua Umum : Kenly M. Poluan
Sekretaris Umum : Ganda Situmorang
31. Periode 2006-2008
Ketua Umum : Goklas Nababan
Sekretaris Umum : Naftali Jairin

VI. CATATAN PENUTUP
Sebagai Gerakan Pemikir yang termasuk golongan “creative minority” (minoritas yang kreatif), GMKI akan tetap berakar, baik di gereja maupun di dalam nusa dan bangsa. Hal ini terlihat pada salah satu ciri GMKI, yaitu keindonesiaan (selain ciri kemahasiswaan dan kekristenan). Itu berarti bahwa GMKI tidak akan terlepas dari pergumulan bangsa dan negaranya. Malahan sikap ini harus mewarnai, inherent, dan mewataki setiap langkah dan geraknya, tindak tanduknya, jerih dan juangnya sepanjang sejarah perjalanannya, sampai kapanpun. Pendalaman, pemahaman, penghayatan, dan refleksi iman secara terus menerus pada akhirnya akan menganatar dan mensenyawakannya dengan segala pergumulan dunia di sekitarnya. Untuk itu, ia harus terlibat ala praxis (hadir di dalam) di tengah pergumulan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari bangsa dan negaranya. Upaya ini tergambar pula pada Tema dan Subtema GMKI yang selalu faktual dan aktual untuk menjawab tantangan yang berbeda karena dideterminasi oleh dimensi ruang dan waktu. Dengan demikian, GMKI selalu “concern” (peduli) jika dalam pembangunan yang melaju laksana “pesawat supersonic”, masih ada yang tercecer, tertindas, tersisih, dan tertinggal; apalagi dalam era globalisasi dan revolusi informasi ala Alvin Toffler.
GMKI juga harus menyadari bahwa sebagai organisasi yang memiliki aspek keindonesiaan, maka dibutuhkan kedewasaan dan cakrawala berpikir yang luas dan konkrit dengan mau mmebuka diri dalam kebersamaan perjuangan generasi muda dalam melihat masa depan bersama sebagai bangsa yang pluralis, melalui komunikasi dan dialog yang eksistensial, saling menghargai, dan saling menghormati. Keanekaragaman dan kepelbagaian latar belakang, dan sebagainya, janganlah menjadi penghalang atau “batu sandungan” bagi kebersamaan ke depan. Sikap ini harus disertai rasa tanggung jawab demi keadilan, kebenaran, kesejahteraan, kemakmuran, dan perdamaian bagi rakyat dan umat. Di sini diperlukan fungsi “Nabiah”. Sikap di atas juga harus analog terhadap kehidupan PT dan gereja.
Dalam merealisasikan fungsi-fungsinya, GMKI tidak jarang menemui “kerikil-kerikil tajam” yang dapat menghempasnya. Kadang eksistensinya ”terancam” karena identitas dan misinya. Kadang pula ia ”menyeleweng” dari identitas dan misinya karena eksistensinya. Akan tetapi, pengalaman sejarah membuktikan bahwa dengan dwiwataknya, GMKI mampu menembus waktu dan membuat serta membentuk sejarah, baik sejarah parsial GMKI maupun sejarah bangsanya.
Ada sebuah ungkapan pada sebuah gambar kapal yang sedang berlayar di tengah samudera dan dilanda bandai yang dahsyat, yang tertulis sebagai berikut: “A ship is a sfaety in the harbour, but that is not what the ship is build for…” (Sebuah kapal lebih aman di pelabuhan, tetapi bukan untuk maksud tersebut orang membuatnya.) Memang lebih “aman” buat GMKI jika tidak memiliki watak nasionalisme (ciri keindonesiaan) sehingga eksistensinya tidak terusik, tetapi bukan untuk maksud tersebut TUHAN menempatkan GMKI di tanah air Indonesia.
Angkatan demi angkatan datang dan pergi laksana “pergantian jaga,” dimana setiap mereka mempunyai “salibnya sendiri-sendiri” yang harus dipikulnya, dihadapi, dan dijawab sesuai zamannya, sebagai suatu pertanggungjawaban historis, baik bagi bangsa dan negaranya, gereja, terutama bagi Tuhannya. Sejarah GMKI masa depan masih merupakan misteri, namun satu hal yang pasti bahwa Tuhan Yesus, Sang Kepala Gerakan, akan senantiasa mendampingi kita sampai kesudahan alam. Amin!

Teriring salam dan doa: ”UT OMNES UNUM SINT”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar